Wednesday, January 16, 2008

Bakrie Telecom Rights Issue Rp 3 Triliun

PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) segera melakukan penawaran umum terbatas (rights issue) senilai Rp 3 triliun. Dana tersebut diperkirakan dapat diperoleh perseroan pada pertengahan Maret 2008 dan akan digunakan untuk mencapai target perusahaan meraih 14 juta pelanggan pada tahun 2010. Melalui rights issue ini, BTEL memprediksikan nilai earning per share (EPS) perseroan akan melonjak tiga kali lipat dalam tiga tahun mendatang.

Rights BTEL akan ditawarkan pada harga pelaksanaan Rp 350 per lembar saham. PT Danatama Makmur bertindak sebagai pembeli siaga.

Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/1), Anindya N Bakrie, Presiden Direktur PT Bakrie Telecom Tbk, menyatakan optimistis pasar akan mengambil rights issue BTEL mengingat pencapaian perusahaan yang sangat baik pada tahun 2007. Perusahaan ini baru saja memenangkan tender sambungan langsung internasional.

Bakrie Telecom mencatat prestasi mengesankan selama 2007. Jumlah pelanggannya meningkat tajam menjadi 3,8 juta dari sebelumnya 1,5 juta pelanggan di tahun 2006. Padahal, target awalnya cuma dipatok 3,6 juta pelanggan.

Jangkauan wilayah layanannya pun bertambah luas sejak diperolehnya lisensi nasional pada akhir 2006. Pada tahun 2007, BTEL berhasil mengembangkan jaringan layanan ke 17 kota nasional sesuai target sehingga total daerah yang dilayani operator Esia, Wifone dan Wimode ini bertambah menjadi 34 kota nasional.

Seiring pencapaian tersebut, kinerja keuangan perusahaan yang berdiri tahun 1993 ini tumbuh positif selama 2007. Pendapatan kotor perseroan, EBITDA (Earnings Before Interest, Tax, Depreciation & Amortization) dan laba bersih mencapai peningkatan melebihi 80 persen dibanding tahun sebelumnya.

Pada tahun 2007, BTEL mendapatkan pinjaman sindikasi senilai 145 juta dollar AS dari lembaga keuangan asing yang dikoordinir Credit Suisse Bank selaku lead arranger. Selain itu BTEL mendapatkan pula plafon pembiayaan senilai 125 juta dollar AS melalui jalur vendor financing dan memperoleh dana obligasi senilai Rp 650 miliar.

Menurut Anindya, dengan mengacu pada tingkat pertumbuhan saat ini, perseroan merasa perlu untuk melakukan percepatan investasi guna memperluas jangkauan layanan dan meningkatkan kapasitas agar dapat melayani pelanggan dengan lebih banyak dan lebih baik. Sehingga kami mentargetkan pelanggan sebesar 14 juta pelanggan pada tahun 2010 mendatang, dimana 7 juta pelanggan ditargetkan dicapai di akhir tahun 2008.

Untuk menggapai target tersebut, BTEL menganggarkan belanja modal (capex) 600 juta dollar AS yang akan didanai dari rights issue Rp 3 Triliun dan selebihnya dari vendor financing serta dana kas internal perusahaan.

Anindya berharap rights issue ini akan membuat struktur permodalan perseroan menjadi jauh lebih kuat sehingga memiliki tingkat fleksibilitas guna pencarian sumber pendanaan untuk pengembangan perusahaan lebih jauh di masa mendatang.*

Sunday, January 6, 2008

Tumbuh 30%...?

Oleh: ANDI SURUJI

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati terus menebar senyum kegembiraan. Ia datang ke Bursa Efek Indonesia, Jumat (28/12) untuk menyaksikan sebuah prestasi yang cukup menggembirakan di akhir hari perdagangan pasar saham. Betapa tidak, harga saham melonjak sangat signifikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat 52%.

Sementara Indeks KOMPAS100 yang baru diluncurkan 10 Agustus 2007, juga menunjukkan kinerja yang tidak kalah pentingnya dicatat sebagai salah satu benchmark (patokan) untuk investasi di pasar saham, yakni mencapai 26,4% pada posisi 700,6. Bahkan, indeks yang masih seumur jagung itu sempat mencapai rekor tertinngginya pada posisi 722,84 dengan peningkatan secara kumulatif sebesar 28,29% per tanggal 11 Desember 2007.

Benarlah harapan pendiri dan Pemimpin Umum Harian KOMPAS, Jakob Oetama ketika menekan dan membunyikan bel tanda dimulainya perdagangan pada 10 Agustus 2007 sekaligus menandai diluncurkannya Indeks KOMPAS100. ”Semoga KOMPAS tidak mengecewakan Anda,” katanya ketika itu.

Memang KOMPAS100 lahir di tengah badai dahsyat yang menimpa pasar modal global, tak terkecuali pasar saham Jakarta, akibat gejolak pasar keuangan yang dipicu krisis kredit macet di sektor perumahan (mortgage) di Amerika Serikat. Tak heran jika hanya dalam lima hari kelahirannya, indeks KOMPAS100 sempat mencapai titik terendahnya pada posisi 478,52 pada tanggal 16 Agustus 2007. Bahkan IHSG ketika itu terpangkas sampai di bawah level 1.900-an. Tetapi, karena 100 saham emiten yang tergabung dalam indeks ini merupakan saham unggulan (blue chips), maka dalam perjalanannya pun menunjukkan ketangguhannya.

Pesta berlalu
Pesta tutup bursa akhir tahun yang meriah itu pun berlalu. Tatkala hari pertama perdagangan di tahun 2008 dimulai pada 2 Januari, giliran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono datang ke bursa dengan sebuah optimisme, seolah ingin memompa spirit komunitas pasar modal agar tidak ciut.

”Tahun ini kita harapkan pasar modal tumbuh 30 persen. Target itu bisa dicapai dengan melihat pertumbuhan pasar modal selama ini di angka 52 persen kendati kondisi perekonomian global tahun lalu bergejolak. Pelaku pasar tidak perlu khawatir akan gejolak ekonomi global,” ujar Presiden.

Presiden pun menjanjikan segera mengeluarkan peraturan pemerintah mengenai pemberian insentif bagi perusahaan yang akan melepas sahamnya. Sayatnya, minimal 40% sahamnya dilepas ke publik.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah mengatakan, berbagai indikator makro ekonomi yang membaik tahun 2007 diharapkan akan semakin baik pada tahun ini. Hal ini diharapkan berdampak positif terhadap pasar modal Indonesia. BEI meyakini tahun 2008 sebagai tahun akan memberikan prospek dan kesempatan bagi pasar modal Indonesia untuk berkembang lebih luas.

Ia pun memproyeksikan rata-rata nilai transaksi harian akan mencapai sekitar Rp 3,35 triliun dengan 247 hari bursa. Target emiten baru sebanyak 30 perusahaan dan pencatatan tambahan (righs issue dan saham bonus) sebanyak 37 emiten.

Akan tetapi, baru saja Presiden berpidato memacu semangat pelaku pasar, indikator menunjukkan lain. Indeks harga saham pada hari itu malah turun 0,5%.

Pasar adalah domain privat yang punya ekspektasi sendiri. Pemerintah hanya berkewajiban mengambil kebijakan dan menjaga supaya pasar berjalan tertib, teratur, wajar, dan efisien.

Memang, tidak mustahil angka 30% yang dikemukakan Presiden sebagai harapan dapat saja dicapai. Tetapi perkembangan lain bisa seketika muncul dan mengguncang perekonomian global dan berdampak pula pada perekonomian nasional.

Baru beberapa hari lalu, minyak mentah di pasar internasional telah menembus harga 100 dollar AS per barrel. Padahal kita tahu, harga minyak yang tinggi, apalagi kalau bertahan dan terus naik, tentu akan sangat merepotkan pemerintah. Dibutuhkan kebijakan yang fit dan implementasi yang proper untuk mengatasi dampak persoalan minyak mentah ini.

Itu baru dari sisi minyak mentah saja. Belum lagi kasus krisis mortgage di Amerika Serikat yang sebenarnya belum terlihat ujungnya. Kasus ini kemungkinan besar baru terlihat jelas manakala para pengelola dana (investment banking) dan perbankan global telah mengeluarkan laporan keuangannya masing-masing.

Masih perlu perhitungan cermat, sebelum ikut memancang target pertumbuhan pasar modal 30% tersebut.*

KOMPAS100 Meningkat 26,4%

Oleh Andi Suruji

PASAR modal, khususnya Bursa Efek Indonesia mencatat kinerja yang cukup mengagumkan. Betapa tidak, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan indeks dari seluruh saham yang tercatat di bursa, melonjak 52 persen. Hanya dikalahkan oleh bursa Shanghai, China yang mencatat peningkatan kinerja indeks sampai 96 persen.

Indeks KOMPAS100 sendiri mencatat kinerja yang melonjak 26,4 persen dengan ditutup pada posisi 700,6. Prestasi ini cukup penting untuk dicatat karena baru diluncurkan sejak 10 Agustus 2007 dengan posisi indeks 563,464.

Tentu saja, pencapaian itu masih jauh dibandingkan kinerja IHSG yang mencapai 52%. Itu karena IHSG dihitung selama satu tahun. Jika IHSG juga disandingkan sejak KOMPAS100 diluncurkan, cerita tentu lain.

Kinerja itu menandakan betapa Indeks KOMPAS100 memang cukup tangguh dan layak dijadikan benchmark (patokan) investasi saham di bursa. Selain karena kinerjanya lebih baik dari IHSG, juga tidak terlalu fluktuatif seperti indeks LQ45. Indeks LQ45 lebih fluktuatif karena hanya memuat 45 saham terlikuid, sedangkan IHSG memperhitungkan juga saham yang ”tidur berkepanjangan” sekalipun.

Indeks terkenal yang sering dijadikan "kiblat" bagi investor, yakni Dow Jones Industrial Average di New York Stock Exchange atau lebih populer disebut Wall Street, hanya mencatat kinerja yang meningkat 7,24%.

Sayangnya, kinerja indeks KOMPAS100 yang cukup baik itu sempat dinodai dengan sanksi hukum Bapepam kepada sejumlah pengurus salah satu emiten anggota indeks ini, yakni PT (Persero) Perusahaan Gas Negara. Tidak tanggung-tanggung, mereka terbukti melakukan pelanggaran berat pasar modal, yakni perdagangan orang dalam (insider trading).

Transaksi saham dan obligasi
Dibanding tahun sebelumnya, nilai kapitalisasi pasar di BEI selama 2007 meningkat 58,73% dari Rp 1.249,1 triliun pada akhir perdagangan tahun 2006 menjadi Rp 1.982,7 triliun per tanggal 27 Desember 2007. Pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar tersebut juga signifikan dalam meningkatkan kontribusi pasar modal Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dari hanya 37,42% di tahun 2006 menjadi 67% di tahun 2007.

Total nilai transaksi saham di BEI sampai dengan tanggal 27 Desember 2007 mencapai Rp 1.042,9 triliun, meningkat 133,99% dibanding dengan total nilai transaksi tahun 2006 sebesar Rp 445,71 triliun. Nilai transaksi rata-rata harian saham di BEI tahun ini mengalami peningkatan sebesar 131,52 %, dari Rp. 1,84 trilyun/hari di tahun 2006 menjadi sebesar Rp. 4,26 triliun/hari di tahun 2007.

Sejak diwajibkannya pelaporan transaksi obligasi melalui sistem Penerima Laporan Transaksi Obligasi (PLTO), dalam periode September 2006 hingga November 2007 nilai pelaporan untuk Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 1.423,135 triliun dan obligasi korporasi sebesar Rp 88,991 triliun. Rata-rata nilai pelaporan harian periode Januari hingga November 2007 mencapai Rp 5,043 triliun untuk Surat Utang Negara dan Rp 278,70 miliar untuk Obligasi Korporasi.

Penghimpunan dana
Untuk menghitung jumlah dana yang diperoleh perusahaan melalui pasar modal, tentu harus dilihat dari sisi emisi saham melalui penawaran umum dan penawaran terbatas, serta emisi obligasi. Nilai emisi ketiga jenis instrumen itu mencapai Rp 78,25 triliun.

Kinerja inilah yang dimaksud Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai sumbangsih pasar modal terhadap sektor riil. Tentu dana masyarakat yang dihimpun melalui pasar modal tersebut ujungnya mengalir ke sektor riil yang digunakan untuk berproduksi dan membeli produksi usaha sektor riil.

Sepanjang tahun 2007, tercatat 24 perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering), meningkatan 100% dibandingkan tahun 2006 sebanyak 12 perusahaan. Nilai emisi saham meningkat secara signifikan sebesar 470,82%, dari Rp 3,01 triliun di tahun 2006 menjadi Rp 17,18 triliun di tahun 2007.

Sebanyak 25 emiten yang melakukan penawaran umum saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau right issue. Mengalami peningkatan 56,25% dari tahun sebelumnya sebanyak 16 emiten. Nilai emisi HMETD juga meningkat signifikan sebesar 205,29% dari Rp 9,76 triliun di tahun 2006 menjadi Rp 29,8 triliun.

Adapun emisi obligasi korporasi di tahun 2007 terdapat 39 (tiga puluh sembilan) perusahaan yang melakukan penawaran umum obligasi korporasi atau naik 178,57% dibandingkan tahun 2006 sebanyak 14 perusahaan. Total nilai emisi obligasi juga meningkat cukup besar yaitu 173,14% dari Rp 11,45 triliun di tahun 2006 menjadi Rp 31,275 triliun.*

"Insider Trading" di Akhir Tahun

Oleh: Andi Suruji

Inilah catatan penting bagi komunitas pasar modal. Menjelang tutup tahun yang penuh gebyar, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Kamis 27 Desember 2007, menjatuhkan vonis bersalah bagi mantan pejabat teras PT (Persero) Perusahaan Gas Negara Tbk.

Tidak tanggung-tanggung. Bapepam memvonis mereka terlibat praktik haram, melakukan insider trading atau perdagangan orang dalam. Hukuman pun dijatuhkan berupa sanksi administratif, dengan kewajiban membayar denda bernilai miliaran rupiah.

Pil pahit memang kadang-kadang harus diberikan kepada pasien yang sakit. Mandor pasar pun sesekali harus memberi terapi kejut bagi mereka yang suka main-main, menabrak aturan yang berlaku di pasar.

"Mereka melanggar Pasal 95 tentang perdagangan oleh orang dalam," kata Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany di Jakarta, (27/12). (Kompas, 28/12).

Menurut Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas efek emiten atau perusahaan publik dimaksud, atau perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan.

Sementara dalam Pasal 96 disebutkan bahwa orang dalam dilarang memengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek dimaksud; atau memberi informasi orang dalam kepada pihak mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek.

Pasal 104 mengatur, setiap pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 Ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.

Apa itu insider trading?
Suatu tindakan dikategorikan insider trading jika memenuhi unsur adanya informasi
orang dalam, ada orang dalam, serta ada transaksi yang menguntungkan orang dalam.
”Orang dalam” yang dimaksud dalam Pasal 95 adalah, komisaris, direktur, atau pegawai emiten atau perusahaan publik, pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik, orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam, atau pihak yang dalam waktu enam bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud tersebut.

”Informasi orang dalam” adalah informasi material yang dimiliki orang dalam yang belum tersedia untuk umum.

Kasusnya
Kasus PGAS (kode emiten) ini bermula dari terjadinya penurunan secara signifikan harga saham PGAS di Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta), yaitu 23,36%, dari Rp 9.650 (harga penutupan pada tanggal 11 Januari 2006) menjadi Rp 7.400 per lembar saham pada tanggal 12 Januari 2007.

Penurunan harga saham tersebut sangat erat kaitannya dengan siaran pers yang
dikeluarkan manajemen PGAS sehari sebelumnya (11 Januari 2007). Dalam siaran pers
tersebut dinyatakan bahwa terjadi koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan
dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD.

Selain itu, juga dinyatakan bahwa tertundanya gas in (dalam rangka komersialisasi) yang
semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret 2007.
Informasi yang dirilis tersebut sebenarnya sudah diketahui oleh manajemen PGAS sejak
tanggal 12 September 2006 (informasi tentang penurunan volume gas) serta sejak tanggal
18 Desember 2006 (informasi tertundanya gas in).

Kedua informasi tersebut dikategorikan sebagai informasi yang material dan dapat
memengaruhi harga saham di bursa efek. Hal tersebut tercermin dari penurunan harga
saham PGAS pada tanggal 12 Januari 2007.

Bahwa pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, orang dalam
PGAS yang melakukan transaksi saham PGAS yaitu: Adil Abas, Nursubagjo Prijono,
WMP Simanjuntak, Widyatmiko Bapang, Iwan Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo,
Rosichin, Thohir Nur Ilhami.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam-LK menetapkan sanksi administratif
berupa denda terhadap kesembilan pengurus PGAS: Adil Abas Rp 30 juta, Nursubagjo
Prijono Rp 53 juta, Widyatmiko Bapang Rp25 juta Iwan Heriawan Rp 76 juta, Djoko Saputro Rp 154 juta, Hari Pratoyo Rp 9 juta, Rosichin Rp 184 juta, Thohir Nur Ilhami Rp 317 juta. Mantan Direktur Utama WMP Simanjuntak didenda paling banyak, yakni Rp 2,33 miliar.

Sanksi tersebut menurut Bapepam, ditetapkan antara lain dengan mempertimbangkan
pola transaksi dan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam.

Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyelidikan Bapepam-LK Wahyu Hidayat mengatakan, ada sejumlah pertimbangan untuk menentukan besar kecilnya denda.

"Kami mempertimbangkan tanggung jawab, kemudahan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam dan pola transaksi," ujar Wahyu. Sesuai kewenangan Bapepam, penyidikan berhenti pada pelanggaran administratif, kasus itu tidak akan dibawa sampai ke tindak pidana.

Sementara itu, Menteri Negara BUMN Sofyan A Djalil menyatakan, sanksi tersebut diperlukan untuk mendisiplinkan para pelaku pasar, tidak hanya bagi PGN tetapi bisa menjadi contoh bagi yang lainnya.*

Sunday, December 2, 2007

Bursa Efek Indonesia....

Oleh : Andi Suruji

Mulai hari Sabtu tanggal 1 Desember 2007, pasar modal Indonesia menambah satu lagi lembaran sejarahnya. Pada hari itu, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT Bursa Efek Surabaya (BES) secara resmi bergabung. Nama kedua bursa pun bakal perlahan terhapus, dan akan digantikan dengan entitas baru bernama PT Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange).
Hari Senin, 3 Desember 2007, merupakan hari pertama perdagangan efek di bawah bendera BEI.

Kehadiran entitas baru yang mencerminkan kepentingan pasar modal secara nasional akan memfasilitasi perdagangan saham (equity), surat utang (fixed income), maupun perdagangan derivatif (derivative instruments). Hadirnya bursa tunggal ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi industri pasar modal di Indonesia dan menambah daya tarik untuk berinvestasi.

Tahun 2007 ini memang cukup penting, karena bertepatan dengan peringatan 30 tahun diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia. Selain peringatan itu pada tanggal 10 Agustus, BEJ sebagai bursa efek utama, juga meluncurkan indeks harga saham baru, yakni KOMPAS100, untuk melengkapi sejumlah indeks harga saham yang telah ada sebelumnya. Untuk indeks yang terakhir, BEJ bekerja sama dengan surat kabar harian terbesar Kompas dengan tiras rata-rata 550.000 yang beredar secara luas di wilayah nusantara.

”Hadirnya bursa tunggal ini diharapkan meningkatkan efisiensi industri pasar modal di Indonesia dan menambah daya tarik untuk berinvestasi. Kami berharap pasar modal kita menjadi lebih kuat dan efisien. Para pelaku pasar hanya mengenal satu bursa yang memfasilitasi seluruh segmen pasar. Efisiensi tercapai karena perusahaan efek cukup menjadi anggota di satu bursa,” ujar Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah, yang juga mantan Direktur Utama BEJ.

Demikian pula bagi emiten, cukup tercatat di satu bursa. Hal lain yang tak kalah penting adalah infrastruktur perdagangan menjadi terintegrasi dan memfasilitasi seluruh instrumen yang diperdagangkan.

“Sinergi merger kita harapkan dapat meningkatkan pertumbuhan kapitalisasi pasar yang mampu bersaing dalam skala regional, peningkatan pemodal baik asing maupun lokal. Pendek kata, pasar modal tidak saja sebagai alternatif bagi pendanaan dan sarana berinvestasi, namun mampu menjadi cermin ekonomi nasional,” ujar Erry.

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun telah ada sejak 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan mulus, bahkan pada beberapa periode terjadi kevakuman. Antara lain karena beberapa faktor seperti perang dunia I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada 10 Agustus 1977. Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto, yang ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. BEJ dijalankan dibawah Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal).

Hingga 1987, perdagangan di bursa efek sangat lesu. Jumlah emiten baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen pasar modal. Tahun ini juga ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (Pakdes 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.

Tanggal 16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi kembali, dan dikelola Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. Kemudian pada 13 Juli 1992, BEJ diswastanisasi. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ. Bapepam berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal.

Tanggal 22 Mei 1995, tak kalah pentingnya, karena sistem otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem komputer yang disebut JATS (Jakarta Automated Trading Systems). Enam bulan kemudian, 10 November 1995, pemerintah lahir Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang mulai berlaku Januari 1996.

Lompatan besar pasar modal terjadi lima tahun kemudian (2000). Sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. Sementara perdagangan jarak jauh (remote trading) mulai diaplikasikan tahun 2002.

Kinierja kini
Kini, sebanyak 352 emiten asal BEJ dan 30 emiten dari BES akan bergabung menambah pilihan investasi di BEI. Begitu juga produk-produk lainnya, sehingga akan semakin melengkapi dan variasi pilihan investasi.

Saat ini, rata-rata nilai transaksi harian mencapai Rp 4,1 triliun, bahkan dalam tiga bulan terakhir mencapai Rp 6 triliun dsampai Rp 7 triliun. Sementara kapitalisasi pasar sekitar Rp 1.900 triliun.

Hal lain yang patut diutarakan untuk menjadi catatan penting bagi pasar modal Indonesia, yakni indeks harga saham gabungan (IHSG) BEJ per 30 November ditutup pada posisi 2.699,82, sedangkan indeks KOMPAS100 di posisi 695,13 dan indeks LQ45 pada level 594,65.

Pertanyaannya, semeriah apa bursa kelak, semakin bergairahkan perusahaan masuk bursa menjual sahamnya kepada masyarakat dan menerbitkan obligasi? Begitu juga investor, semakin bergairahkan mereka menanamkan modalnya?

Kunci untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut, hanya jika bursa saham diatur dan dijalankan secara tertib, efisien dengan integritas pasar yang tidak bisa ditawar.*

Friday, November 9, 2007

Tiga Bulan Naik 24%

Oleh: Andi Suruji

TAK terasa, indeks harga saham KOMPAS100 telah berusia tiga bulan, sejak diluncurkan 10 Agustus 2007. Di hari pertamanya, indeks baru ini memang mengalami tekanan berat, sebagaimana indeks-indeks lainnya. Maklum, waktu itu pasar saham global meradang, diterpa badai krisis subprime mortgage di Amerika Serikat. Satu per satu institusi keuangan pengelola dana-dana investasi global mulai melaporkan kesulitan keuangan, tentu saja bakal bermuara pada kerugiannya.

Dalam perjalanannya, KOMPAS100 pun jatuh bangun, naik dan turun secara signifikan. Tidak sendirian, sebab indeks lain juga mengalami tekanan yang hebat.

Alhasil, sampai usia tiga bulan, per hari Jumat 9 November, KOMPAS100 mencatat kenaikan sebesar 24 persen, ditutup pada posisi 700,17. Kinerja ini memang masih lembih rendah dibandingkan performa indeks LQ45 misalnya, yang mencatat kenaikan 29 persen dibandingkan tiga bulan lalu. Akan tetapi, dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEJ yang hanya naik 20 persen, tentu kinerja KOMPAS100 boleh diandalkan sebagai acuan investasi.

Selama tiga bulan itu, indeks KOMPAS100 yang mencakup 100 saham blue chips ini, pernah terpuruk sampai ke posisi terendahnya 478,52 yang tercipta pada tanggal 16 Agustus 2007. Akan tetapi, ia juga menunjukkan kinerja terbaiknya pada posisi 700,69 pada tanggal 2 November lalu.*

Thursday, November 8, 2007

Indeks Kompas100 Boleh Juga...!

Oleh: Andi Suruji

KINERJA harga 100 saham emiten yang termuat dalam Indeks Kompas100 tidaklah mengecewakan. Sejak diluncurkan 10 Agustus lalu, indeks baru di Bursa Efek Jakarta ini pantas dijadikan acuan investasi. Dalam dua bulan, kinerjanya bahkan melampaui Indeks Harga Saham Gabungan yang selama ini menjadi acuan utama.

Sebelum liburan panjang masa Lebaran, indeks Kompas100 ditutup pada posisi 677,96. Itu berarti indeks harga 100 saham yang dimuatnya telah meningkat 20,32 persen dari posisi saat diluncurkan, yang sekaligus menandai 30 tahun diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia.

Apa artinya? Seandainya Anda seorang investor saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), memiliki 100 saham dalam Kompas100, dan tak pernah menjualnya sejak 10 Agustus lalu, itu berarti potensi keuntungan dari nilai investasi Anda saat ini sudah meningkat 20,32 persen.

Itu merupakan angka pengembalian investasi yang tentu saja tidak mengecewakan dalam dua bulan. Bahkan, kinerja itu lebih baik dibandingkan dengan performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEJ yang kenaikannya hanya 17,7 persen dalam periode yang sama. Memang kinerja indeks Kompas100 masih lebih rendah dibandingkan dengan kinerja indeks LQ45 yang terdiri atas 45 saham terlikuid yang diperdagangkan di BEJ.

Akan tetapi, jika dilihat dari sisi lain, akan diperoleh catatan yang menarik. Selama periode dua bulan itu, Indeks LQ45 sempat terpuruk sampai sebesar 17 persen. Indeks Kompas100 bagaimana? Ia hanya terpuruk 15 persen persen pada saat mencapai level terendahnya di posisi 478,52 poin pada tanggal 16 Agustus.

Tidak berlebihan jika indeks Kompas100 dinilai lebih tangguh menghadapi tekanan ketimbang LQ45 walaupun LQ45 menjanjikan potensi keuntungan yang lebih tinggi. "Itu karena LQ45 hanya memuat 45 saham terlikuid. Indeks Kompas100, walaupun hanya memuat 100 saham, tetapi sudah menggambarkan keseluruhan sektor dan saham-sahamnya paling sering diperdagangkan di bursa. Tidak ada lagi saham tidur di dalamnya, seperti halnya banyak saham yang diam saja berhari-hari dalam IHSG," kata pengamat pasar modal, Adler Haymans Manurung.

Kini bahkan sudah ada manajer investasi yang sedang menyiapkan sebuah produk inovatif semacam reksa dana (fund) yang mengacu pada Kompas100. Produk itu bisa mengacu pada indeks Kompas100 saja, bisa juga portofolio investasinya hanya pada saham-saham yang termasuk dalam Kompas100.

Memang itulah tujuannya. "Indeks Kompas100 diharapkan bisa menambah variasi acuan investasi bagi pemodal. Bisa juga menjadi pendorong manajer investasi untuk membuat produk inovatif," kata Direktur Utama BEJ Erry Firmansyah.

Indeks lain

Catatan bisa diperpanjang jika membandingkan indeks Kompas100 dengan beberapa indeks harga saham di bursa lainnya. Hang Seng Hongkong, misalnya, memang melonjak sampai 29,8 persen, indeks Strait Times Singapura naik 13,55 persen.

Akan tetapi, jika dibandingkan dengan indeks utama lainnya, Kompas100 bolehlah...! Tengoklah indeks Financial Times di London yang cuma naik 7,3 persen dalam dua bulan ini. Dow Jones Industrial Average di bursa efek New York yang merupakan acuan investor seluruh dunia hanya naik 5,4 persen, indeks Jepang Nikkei-225 malah cuma 1,67 persen. Pasar saham di sana memang tertekan.

Bagaimana prospeknya? Secara umum, analis memperkirakan harga saham di BEJ masih memiliki ruang yang cukup lebar untuk naik. Alasan pendukungnya, kondisi makro perekonomian cenderung membaik. Pertumbuhan ekonomi cukup mendorong harga saham naik tanjakan yang belum mencapai puncaknya. Sejumlah emiten masih memiliki prospek pertumbuhan usaha yang menjanjikan. Adanya pertumbuhan usaha berarti adanya potensi kenaikan keuntungan yang bisa dibagi sebagai dividen kepada para pemegang saham.

Itulah karakteristik investasi saham. Investor membeli "prospek kinerja yang baik" dan menjual "prospek kinerja yang jelek". Mereka memburu saham yangberprospek baik sehingga indeks bergerak naik. Sebaliknya, mereka melepas saham yang berprospek buruk sehingga indeks tertekan.

Alasan lainnya, prospek suku bunga masih cenderung menurun. Saat ini memang masih ditahan oleh bank sentral, Bank Indonesia. Akan tetapi, manakala Bank Sentral Amerika Serikat menurunkan lagi suku bunganya untuk menolong pasar saham di negeri "Paman Sam" itu dari tekanan berat krisis finansial akibat kehancuran pasar surat utang berbasis kredit perumahan subprime mortgage, suku bunga di Indonesia pun bisa diturunkan lagi. Langkah itu untuk mempersempit suku bunga di AS dan Indonesia agar biaya moneter bank sentral dikurangi.

Faktor suku bunga

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun melempar sinyal bahwa inflasi yang dicanangkan pemerintah masih bisa berada dalam rentang targetnya, yakni enam persen plus-minus satu persen. Jika demikian, suku bunga benar-benar bisa turun lagi.

Apa kaitannya? Jika inflasi terjaga, nilai aset masyarakat tidak akan tergerogoti kenaikan harga. Imbal hasil investasinya pun masih jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi. Kalau suku bunga turun, berarti potensi imbal hasil investasi atau penempatan dana pada perbankan menurun. Dalam kondisi seperti itu, investor atau pemilik dana biasanya mengalihkan dananya sebagian ke pasar modal, mencari efek-efek yang berpotensi memberi imbal hasil lebih tinggi dari penempatan dana di perbankan.

Mengalirnya dana itu masuk bursa memburu saham unggulan, seperti yang tercakup dalam Kompas100, berarti potensi kenaikan harganya pun terbuka lebar. Itu perhitungan pasar saja. Jika permintaan meningkat, sementara pasokan barang bagus yang tersedia masih terbatas, jelas harga berpotensi naik.

Namun, sebagaimana karakteristik investasi saham, risiko fluktuasi harga, risiko penurunan kinerja emiten, juga ada. Investasi saham memang bukan semata-mata dipengaruhi faktor fundamental dan teknikal. Naik dan turunnya harga juga dipengaruhi sentimen pasar.

Jika investor hendak merealisasikan potensi keuntungan ivestasinya, saham yang hendak dijual menjadi lebih banyak. Jika barang yang hendak dijual lebih besar ketimbang permintaan beli, biasanya harga tertekan.

Ada potensi keuntungan, ada juga risiko.

KOMPAS - Rabu, 17 Oct 2007 Halaman: 15