Sunday, December 2, 2007

Bursa Efek Indonesia....

Oleh : Andi Suruji

Mulai hari Sabtu tanggal 1 Desember 2007, pasar modal Indonesia menambah satu lagi lembaran sejarahnya. Pada hari itu, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT Bursa Efek Surabaya (BES) secara resmi bergabung. Nama kedua bursa pun bakal perlahan terhapus, dan akan digantikan dengan entitas baru bernama PT Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange).
Hari Senin, 3 Desember 2007, merupakan hari pertama perdagangan efek di bawah bendera BEI.

Kehadiran entitas baru yang mencerminkan kepentingan pasar modal secara nasional akan memfasilitasi perdagangan saham (equity), surat utang (fixed income), maupun perdagangan derivatif (derivative instruments). Hadirnya bursa tunggal ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi industri pasar modal di Indonesia dan menambah daya tarik untuk berinvestasi.

Tahun 2007 ini memang cukup penting, karena bertepatan dengan peringatan 30 tahun diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia. Selain peringatan itu pada tanggal 10 Agustus, BEJ sebagai bursa efek utama, juga meluncurkan indeks harga saham baru, yakni KOMPAS100, untuk melengkapi sejumlah indeks harga saham yang telah ada sebelumnya. Untuk indeks yang terakhir, BEJ bekerja sama dengan surat kabar harian terbesar Kompas dengan tiras rata-rata 550.000 yang beredar secara luas di wilayah nusantara.

”Hadirnya bursa tunggal ini diharapkan meningkatkan efisiensi industri pasar modal di Indonesia dan menambah daya tarik untuk berinvestasi. Kami berharap pasar modal kita menjadi lebih kuat dan efisien. Para pelaku pasar hanya mengenal satu bursa yang memfasilitasi seluruh segmen pasar. Efisiensi tercapai karena perusahaan efek cukup menjadi anggota di satu bursa,” ujar Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah, yang juga mantan Direktur Utama BEJ.

Demikian pula bagi emiten, cukup tercatat di satu bursa. Hal lain yang tak kalah penting adalah infrastruktur perdagangan menjadi terintegrasi dan memfasilitasi seluruh instrumen yang diperdagangkan.

“Sinergi merger kita harapkan dapat meningkatkan pertumbuhan kapitalisasi pasar yang mampu bersaing dalam skala regional, peningkatan pemodal baik asing maupun lokal. Pendek kata, pasar modal tidak saja sebagai alternatif bagi pendanaan dan sarana berinvestasi, namun mampu menjadi cermin ekonomi nasional,” ujar Erry.

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun telah ada sejak 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan mulus, bahkan pada beberapa periode terjadi kevakuman. Antara lain karena beberapa faktor seperti perang dunia I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada 10 Agustus 1977. Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto, yang ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. BEJ dijalankan dibawah Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal).

Hingga 1987, perdagangan di bursa efek sangat lesu. Jumlah emiten baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen pasar modal. Tahun ini juga ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (Pakdes 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.

Tanggal 16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi kembali, dan dikelola Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. Kemudian pada 13 Juli 1992, BEJ diswastanisasi. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ. Bapepam berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal.

Tanggal 22 Mei 1995, tak kalah pentingnya, karena sistem otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem komputer yang disebut JATS (Jakarta Automated Trading Systems). Enam bulan kemudian, 10 November 1995, pemerintah lahir Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang mulai berlaku Januari 1996.

Lompatan besar pasar modal terjadi lima tahun kemudian (2000). Sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. Sementara perdagangan jarak jauh (remote trading) mulai diaplikasikan tahun 2002.

Kinierja kini
Kini, sebanyak 352 emiten asal BEJ dan 30 emiten dari BES akan bergabung menambah pilihan investasi di BEI. Begitu juga produk-produk lainnya, sehingga akan semakin melengkapi dan variasi pilihan investasi.

Saat ini, rata-rata nilai transaksi harian mencapai Rp 4,1 triliun, bahkan dalam tiga bulan terakhir mencapai Rp 6 triliun dsampai Rp 7 triliun. Sementara kapitalisasi pasar sekitar Rp 1.900 triliun.

Hal lain yang patut diutarakan untuk menjadi catatan penting bagi pasar modal Indonesia, yakni indeks harga saham gabungan (IHSG) BEJ per 30 November ditutup pada posisi 2.699,82, sedangkan indeks KOMPAS100 di posisi 695,13 dan indeks LQ45 pada level 594,65.

Pertanyaannya, semeriah apa bursa kelak, semakin bergairahkan perusahaan masuk bursa menjual sahamnya kepada masyarakat dan menerbitkan obligasi? Begitu juga investor, semakin bergairahkan mereka menanamkan modalnya?

Kunci untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut, hanya jika bursa saham diatur dan dijalankan secara tertib, efisien dengan integritas pasar yang tidak bisa ditawar.*