Sunday, January 6, 2008

"Insider Trading" di Akhir Tahun

Oleh: Andi Suruji

Inilah catatan penting bagi komunitas pasar modal. Menjelang tutup tahun yang penuh gebyar, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Kamis 27 Desember 2007, menjatuhkan vonis bersalah bagi mantan pejabat teras PT (Persero) Perusahaan Gas Negara Tbk.

Tidak tanggung-tanggung. Bapepam memvonis mereka terlibat praktik haram, melakukan insider trading atau perdagangan orang dalam. Hukuman pun dijatuhkan berupa sanksi administratif, dengan kewajiban membayar denda bernilai miliaran rupiah.

Pil pahit memang kadang-kadang harus diberikan kepada pasien yang sakit. Mandor pasar pun sesekali harus memberi terapi kejut bagi mereka yang suka main-main, menabrak aturan yang berlaku di pasar.

"Mereka melanggar Pasal 95 tentang perdagangan oleh orang dalam," kata Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany di Jakarta, (27/12). (Kompas, 28/12).

Menurut Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas efek emiten atau perusahaan publik dimaksud, atau perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan.

Sementara dalam Pasal 96 disebutkan bahwa orang dalam dilarang memengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek dimaksud; atau memberi informasi orang dalam kepada pihak mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek.

Pasal 104 mengatur, setiap pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 Ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.

Apa itu insider trading?
Suatu tindakan dikategorikan insider trading jika memenuhi unsur adanya informasi
orang dalam, ada orang dalam, serta ada transaksi yang menguntungkan orang dalam.
”Orang dalam” yang dimaksud dalam Pasal 95 adalah, komisaris, direktur, atau pegawai emiten atau perusahaan publik, pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik, orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam, atau pihak yang dalam waktu enam bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud tersebut.

”Informasi orang dalam” adalah informasi material yang dimiliki orang dalam yang belum tersedia untuk umum.

Kasusnya
Kasus PGAS (kode emiten) ini bermula dari terjadinya penurunan secara signifikan harga saham PGAS di Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta), yaitu 23,36%, dari Rp 9.650 (harga penutupan pada tanggal 11 Januari 2006) menjadi Rp 7.400 per lembar saham pada tanggal 12 Januari 2007.

Penurunan harga saham tersebut sangat erat kaitannya dengan siaran pers yang
dikeluarkan manajemen PGAS sehari sebelumnya (11 Januari 2007). Dalam siaran pers
tersebut dinyatakan bahwa terjadi koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan
dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD.

Selain itu, juga dinyatakan bahwa tertundanya gas in (dalam rangka komersialisasi) yang
semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret 2007.
Informasi yang dirilis tersebut sebenarnya sudah diketahui oleh manajemen PGAS sejak
tanggal 12 September 2006 (informasi tentang penurunan volume gas) serta sejak tanggal
18 Desember 2006 (informasi tertundanya gas in).

Kedua informasi tersebut dikategorikan sebagai informasi yang material dan dapat
memengaruhi harga saham di bursa efek. Hal tersebut tercermin dari penurunan harga
saham PGAS pada tanggal 12 Januari 2007.

Bahwa pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, orang dalam
PGAS yang melakukan transaksi saham PGAS yaitu: Adil Abas, Nursubagjo Prijono,
WMP Simanjuntak, Widyatmiko Bapang, Iwan Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo,
Rosichin, Thohir Nur Ilhami.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam-LK menetapkan sanksi administratif
berupa denda terhadap kesembilan pengurus PGAS: Adil Abas Rp 30 juta, Nursubagjo
Prijono Rp 53 juta, Widyatmiko Bapang Rp25 juta Iwan Heriawan Rp 76 juta, Djoko Saputro Rp 154 juta, Hari Pratoyo Rp 9 juta, Rosichin Rp 184 juta, Thohir Nur Ilhami Rp 317 juta. Mantan Direktur Utama WMP Simanjuntak didenda paling banyak, yakni Rp 2,33 miliar.

Sanksi tersebut menurut Bapepam, ditetapkan antara lain dengan mempertimbangkan
pola transaksi dan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam.

Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyelidikan Bapepam-LK Wahyu Hidayat mengatakan, ada sejumlah pertimbangan untuk menentukan besar kecilnya denda.

"Kami mempertimbangkan tanggung jawab, kemudahan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam dan pola transaksi," ujar Wahyu. Sesuai kewenangan Bapepam, penyidikan berhenti pada pelanggaran administratif, kasus itu tidak akan dibawa sampai ke tindak pidana.

Sementara itu, Menteri Negara BUMN Sofyan A Djalil menyatakan, sanksi tersebut diperlukan untuk mendisiplinkan para pelaku pasar, tidak hanya bagi PGN tetapi bisa menjadi contoh bagi yang lainnya.*

No comments: